Hipotesis Pergantian Semester Pendek ke Ujian Remidiasi

Salam Demokrasi !!!
Beberapa waktu lalu, pihak Universitas Islam Indonesia mengeluarkan peraturan Rektor tentang Penyelenggaraan Ujian Remidiasi. Peraturan tersebut untuk mengubah semester pendek menjadi ujian remidiasi. Perlu kita ketahui bahwa peraturan ini tidak melibatkan mahasiswa secara umum, padahal kebijakan ini akan kita jalani bersama. Hal ini melegitimasi bahwa kita selaku mahasiswa hanya diposisikan sebagai objek, bukan subjek. Tentunya dengan ketidakterlibatan mahasiswa, peraturan ini tidak sesuai dengan kondisi kongkrit yang sedang kita alami. Sehingga, terdapat beberapa ketentuan yang perlu kita kaji lebih lanjut.
Analisis yang diambil dari Peraturan Rektor No. 21 /PR/20/DAN/2011. Pertama, dalam notulensi rapat koordinasi ujian remidiasi tercantum 13 peserta rapat yang diundang namun tidak ada satupun dari pihak mahasiswa.  Kedua, pada petunjuk pelaksanaan ujian remediasi poin dasar pemikiran alinea ke-2, tidak menjelaskan keterkaitan antara penyelenggaraan perkuliahan secara penuh selama 14 minggu dengan peniadaan SP (Semester Pendek). Ketiga, Dalam poin Tujuan ujian remidiasi telah dicantumkan untuk mempercepat penyelesaian studi. Hal demikian menjadi rancu ketika sistem transisi kebijakan ini yang justru menghambat ritme dan planning perkuliahan yang sudah kita(mahasiswa) rencanakan jauh-jauh hari. Bahkan, sebelum ada wacana soal ujian remidiasi. Mata kuliah beberapa semester lalu yang kita rencanakan diperbaiki pada semester pendek, tidak bisa kita ambil (tercantum pada ketentuan umum poin (d) dan ketentuan masa transisi) sehingga kita harus mengulang mata kuliah tersebut pada semester reguler. Masa transisi ujian remidiasi sebaiknya dirubah dan diberlakukan bagi semua mahasiswa(tidak hanya mahasiswa kritis). Dan perlu kita ketahui bahwa percepatan penyelesaian masa studi hanyalah upaya untuk mempercepat laju modal, bukan untuk memberikan kemudahan bagi mahasiswa. Walaupun pada prakteknya ada sedikit keuntungan bagi mahasiswa berupa penyelesaian masa studi yang cepat. Keempat, pada ketentuan umum poin (e) ditentukan bahwa ujian remidiasi bersifat opsional. Padahal pada kenyataannya ujian remidiasi menjadi satu-satunya jalan keluar yang diberikan kampus untuk memperbaiki nilai selain kita dipaksa menerima hasil apa adanya. Kelima,  ketentuan umum poin (i) tentang persyaratan khusus termasuk presensi 75% yang menjadi syarat ujian remidiasi. Presensi 75% pada semester reguler masih menjadi syarat ujian remidiasi secara tersirat menyatakan bahwa ujian remidiasi termasuk paket pembelajaran semester reguler (yang bersifat opsional). Sehingga dalam pelaksanaan ujian remidiasi tidak diperlukan lagi biaya, dengan asumsi sudah termasuk ke pembayaran reguler.
Kami membutuhkan respon dan tanggapan kawan-kawan mengenai kebijakan ini. Sehingga kami mengharapkan peran serta mahasiswa UII untuk mempertegas dan menganalisis lebih jauh dalam diskusi yang akan diadakan dalam waktu dekat ini. Untuk info lebih lanjut hubungi : 085 643 576 719 (Raja).

One thought on “Hipotesis Pergantian Semester Pendek ke Ujian Remidiasi

  1. Pingback: Hipotesis Pergantian Semester Pendek ke Ujian Remidiasi « socialcomune

Leave a comment